Rabu, 30 Mei 2012

ART NIGHTMARE

ART NIGHTMARE 
A note by hendrotan
Written on March, 20, 2011
This article has been published in the magazine of Visual Arts on April, 2011 (page 42 - 44).

MANY WONDER WHY IS IT THAT SINCE DECEMBER 2010 THROUGH MARCH 2011 COLLECTORS’ INTEREST IN ACQUIRING ART WORKS SHARPLY DECLINED? ALSO, WHY DID THE PRICES OF A LOT OF ARTWORKS GET CORRECTED? THESE QUESTIONS REFLECT CURIOSITY AND WORRY ON THE PART OF SOME IN THE ART WORLD THAT ARE MARKET ORIENTED. KALANGAN SENIRUPA YANG BERKIBLAT KE PASAR.

It would be better for you not to panic. Since time long past, it has even been ordinary, during the period from December through the Chinese New Year, i.e. in February the following year, transactions at art market would be declining in volume. This has something to do with the fact that passionate collectors and art investors would be busy with end-of-year accounting issues or traveling with their families.

Moreover, in this time being, with turmoil in the Middle East region, with their impacts reaching everywhere including Indonesia, passionate collectors (people collecting artworks on the sole basis of fondness), art investors, art traders and art dealers (commonly known as market players) all keep themselves controlled. 

As we know this current era of openness has caused all information to spread so quickly that passionate collectors and market players know better how quality of artworks has to be in concord with the quality of the artists’ outlooks. Passionate collectors and market players now realize, as if they awoke from nightmares, that in the 2000s, or 2007 and 2008 to be specific, they had made a lot of mistakes in their selecting and even buying art works. Now they try to offer the ‘wrong goods’ to the market, no matter the price as long as they can sell the goods. More important is that the ‘wrong goods’ should leave their stock. Consequently very significant correction of price takes place. 

I’d like to describe in brief the quality of the artists’ outlooks as I stated above. Artists of mature outlooks regarding their art are in fact (also) 1) thinkers 2) readers of books on the arts, 3) consistently explorative throughout their careers, 5) regular presenters of their works, running solo exhibitions every two or three years to show their progresses and improved achievements, and, 6) sufferers of their own selves with respect to obsessive mysteries. 

Sufferers of their own selves? By this I mean to refer to an attitude of avoiding complacence thus maintaining aptness to experience unease that in turn drives one to be ever creative and to produce quality works. Pablo Picasso the maestro leaves us this highly famous, ”The chief enemy of creativity is good sense”. For artists comfort will not help them create excellent or radical or sensational works. 

Two Choices

We know that Indonesian artists have been growing fast in numbers. Young artists are emerging from   enclaves of art schools in Java and Bali as well as from art shops all over Indonesia. The big volume of the growth is not proportional to the growth of passionate collectors and art-market players. So those who intend to go into the scene as newcomers have to be prepared (in so many respects) lest they fall new victims making wrong choices and wrong buys (of artworks). 

They could, I hope, take these following tips as reference. Before plunging into the pursuit you should choose between these two available positions: you’d like to become a respected passionate collector or a profit-making market player. 

If you take the being-a-passionate-collector option, find for yourself a professional and reputable art consultant (if you are a wealthy collector) or, at least, an authoritative, reputable gallery owner (if you are not too wealthy a collector). But this won’t be enough. You should also often interact with senior collectors, visit museums abroad at least three times a year and build up your knowledge by reading books on art, good art journals and magazines. In addition, you should visit exhibitions of quality artists at galleries, art fairs and biennials. 

If being a market player is your choice, be active to monitor market trends, frequent the auction houses of Sotheby’s, Christie’s, Larasati, Borobudur, Masterpiece and Sidharta to collect the entire fixed transaction data and to feel floor emotions, don’t forget to record prices of quality works at gallery and other exhibits, and join the market-player community. You should also have data on galleries and passionate collectors, regularly visit good exhibits at galleries, art fairs and biennials, read good books and other publications on art diligently, and, lastly, you should not buy works directly from artists’ studios because it will disrupt existent art infrastructures and potentially create ‘tsunami’ of big loss on your part. 

For market players specializing in Old Master or Modern Art and Mooie Indie it would be better to be part of a network and to help develop small-scale suppliers in the areas of Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Semarang, Jogja, Solo, Surabaya, Malang and Bali. Besides, they should pay close attention to the schedules at Christie’s and other smaller auction houses in Europe because there would often be lots of quality goods with low prices. It would also be good for you to know art dealers or suppliers in Europe, particularly the Netherlands, England and Germany.

Contemporary

In my opinion, young people entering art world as passionate collectors would be better to pick contemporary art as their collections or interior home decorations. 

What is contemporary art? In trying to answer so brief a question, even world-class experts in art have not found any agreement as yet. Experts and the so-called laymen have their own definitions of it. 

In my personal view, contemporary art capitalizes on giving form and visualization to the spirit of contemporariness, familiarity with popular culture and its elements of politics and sociality, and execution through artistic techniques that mix art and design. This is to say that contemporary art is not an ism but a spirit, i.e. the spirit of contemporariness. [hendrotan]  

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


MIMPI BURUK SENIRUPA
Catatan hendrotan
tertulis tanggal 20 Maret 2011
Artikel ini telah terbit di Majalah Visual Art pada April 2011 (hal. 42 - 44).

BANYAK ORANG BERTANYA-TANYA MENGAPA SEJAK BULAN DESEMBER 2010 SAMPAI MARET 2011, MINAT KOLEKTOR MEMBELI KARYA SENI RUPA MENURUN TAJAM ? MENGAPA PULA HARGA KARYA SENIRUPA BANYAK YANG TERKOREKSI ?  PERTANYAAN-PERTANYAAN INI MENUNJUKKAN KEINGINTAHUAN SEKALIGUS  KEGUNDAHAN SEBAGIAN KALANGAN SENIRUPA YANG BERKIBLAT KE PASAR.

Sebaiknya Anda tidak perlu panik. Sebab sejak dulu, bahkan sudah menjadi kebiasaan bahwa pada setiap bulan Desember sampai dengan hari raya Imlek, bulan Februari tahun berikutnya, pasar senirupa akan mengalami penurunan transaksi. Hal klasik ini disebabkan oleh faktor para passioned collector dan art investor pada sibuk urusan tutup buku di perusahannya masing masing atau berwisata (traveling) bersama keluarganya.

Apalagi pada saat sekarang ini, adanya gonjang-ganjing di kawasan Timur Tengah, yang imbasnya kemana-mana termasuk ke Indonesia, telah berakibat pada  passioned collector (yang mengoleksi karena kesenangan atau kesukaan murni) dan pihak art investor, art trader dan art dealer (lazim disebut pemain pasar) semua pada mengambil sikap menahan diri. 

Seperti kita ketahui bahwa era keterbukaan dewasa ini telah menjadikan semua informasi cepat menyebar, cepat transparan, sehingga para passioned collector dan pemain pasar kian mengerti bahwa kualitas karya harus sejalan atau seiring dengan kualitas sikap si pembuat karya. Passionate Collector dan Pemain Pasar kini tersadar, seperti bangun dari mimpi buruknya, bahwa pada era 2000-an, tepatnya tahun 2007 dan 2008, selama dua tahun itu telah banyak keliru memilih bahkan salah beli karya senirupa. Kini mereka berupaya melempar kembali ”barang salah” itu ke tengah pasar, tidak penting laku dengan harga berapa, yang lebih penting adalah ”barang salah”  itu tidak berada lagi dalam stoknya, sehingga yang terjadi kemudian adalah koreksi harga besar besaran.

Saya ingin  menguraikan secara singkat mengenai kualitas sikap si pembuat karya yang saya maksud. Seniman atau perupa yang sikap keperupaanya matang pada hakekatnya adalah (juga) 1) Seorang pemikir, 2) Pembaca buku pengetahuan seni, 3) Mereka memiliki semangat eksplorasi yang konsisten, 4) Gaya hidupnya sederhana sekali, 5) Secara berkala, setiap dua sampai tiga tahun sekali berpameran tunggal untuk menunjukkan progres pencapaian karyanya, yang sudah seharusnya lebih bermutu dari pameran yang sebelumnya, dan yang terakhir, 6) Penderita diri ( baca menderitakan dirinya )  untuk mencapai sesuatu misteri. 

Apa itu penderita diri? penderita diri adalah sikap hidup yang menghindari rasa nyaman agar tetap ”bisa resah dan gelisah” untuk terus kreatif dan terpacu melahirkan karya-karya yang bermutu. Maestro Pablo Picasso dalam ucapannya yang sangat terkenal,  ”The chief enemy of creativity is good sense”, musuh besar kreativitas seniman adalah rasa nyaman. Bagi seniman, kenikmatan hidup atau kenyamanan tidak akan melahirkan karya bagus atau radikal atau sensasional.

Dua Pilihan

Kita tahu jumlah perupa di Indonesia tumbuh dengan pesat. Perupa-perupa muda muncul dari kantong-kantong perguruan tinggi seni di Pulau Jawa, dan Bali maupun perupa-perupa otodidak yang muncul dari berbagai art shop di pelosok Tanah Air. Jumlah pertumbuhan perupa tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan passioned colector dan pemain pasar senirupa ( lebih banyak perupanya). Maka sebagai orang baru yang berminat terjun ke bidang ini, harus melakukan persiapan (apa saja) agar tidak jadi korban berikutnya, dalam arti keliru memilih dan salah beli barang (baca karya senirupa). 

Mungkin tips saya ini bisa dipakai rujukan. Sebelum terjun, Anda terlebih dahulu harus memilih satu diantara dua posisi yang ada : suka menjadi passioned collector yang terhormat, atau pemain pasar yang cari mencari rejeki.

Jika Anda memilih sebagai passioned collector, maka dapatkan art consultan yang profesional dan bereputasi baik (bagi kolektor kelas konglomerat) atau setidaknya dapatkan owner gallery yang berbobot dan bereputasi sangat baik sebagai konsultan (bagi kolektor non konglomerat). Tidak cukup sampai disini. Anda juga harus rajin berdialog dengan kolektor senior, mengikuti pelbagai diskusi dan seminar komunitas kolektor, minimal tiga tahun sekali travelling keluar masuk museum di luar negeri, menambah pengetahuan lewat buku-buku seni, jurnal dan majalah senirupa yang bermutu. Selain itu juga harus mengunjungi pameran-pameran perupa yang bermutu di galeri, art fair dan bienalle.

Bila Anda memilih posisi sebagai pemain pasar maka aktiflah memonitor tren pasar, keluar masuk Balai Lelang Sotheby’s, Christie’s, Larasati, Borobudur, Masterpiece dan Sidharta untuk mengumpulkan data lengkap fix transaction dan merasakan floor emotion, sangat perlu juga mendata harga karya bermutu dipameran galeri dan anjang pameran lainnya, dan berkomunitas dengan sesama pemain pasar. Selain itu perlu memiliki data galeri dan passion collector, rutin mengunjungi pameran yang bermutu di galeri, art fair dan bienalle, rajin membaca buku dan majalah seni rupa yang bagus dan yang terakhir janganlah membeli langsung ke studio perupa atau seniman, karena akan merusak konstruksi infrastruktur seni rupa yang ada, dan berpotensi ”tsunami” kerugian yang besar bagi Anda.

Untuk Pemain Pasar spesialis Old Master atau  lukisan aliran Modern Art dan Mooij Indie sebaiknya Anda memiliki jaringan dan membina pemasok – pemasok kecil seni rupa di daerah Jabodetabek, Bandung, Cirebon, semarang, Jogja, Solo, Surabaya, Malang dan Pulau Bali. Selain itu juga memperhatikan agenda lelang Christie’s dan balai lelang kecil lainnya di Eropa, karena sering kali keluar lot mutu bagus dengan harga murah. Disarankan pula Anda berkenalan dengan Art Dealer atau pemasok di Eropa, khusus Belanda, Inggris dan Jerman.

Kontemporer

Menurut hemat saya, anak-anak muda yang terjun ke dunia senirupa sebagai passioned collector,akan lebih baik memilih karya kontemporer sebagai koleksinya, atau sebagai pelengkap hiasan interior rumahnya. 

Apakah seni kontemporer itu?  Untuk menjawab pertanyaan pendek ini, para ahli senirupa dunia bahkan, sampai sekarang belum punya kata sepakat. Masing-masing pakar, hingga orang awam mempunyai definisinya masing-masing. 

Saya pribadi berpandangan bahwa senirupa kontemporer berpokok pada perupaan dari semangat kekinian, pengetahuan budaya popular yang berunsur politik dan sosialitas keseharian, dikerjakan dengan teknik artistik tersilang antara senirupa dan desain. Tegasnya seni kontemporer bukan merupakan sebuah aliran melainkan semangat kekinian. [hendrotan]