Senin, 11 Juli 2011

PERJALANAN KURIKULUM NASIONAL

Perjalanan Kurikulum Nasional (pada Pendidikan Dasar dan Menengah)
Bagian 1

Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Nasional

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Kurikulum 1968 dan sebelumnya

Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.

  • Berorientasi pada tujuan
  • Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
  • Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
  • Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
  • Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
  • Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
  • Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
  • Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
  • Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
  • Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
  • Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
  • Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
  • Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
  • Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
  • Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

Sumber : http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/





TRAVEL NATIONAL CURRICULUM



Journey of the National Curriculum (the Elementary and Secondary Education)
Part 1

Travel Overview of the National Curriculum

In the course of history since 1945, the national education curriculum has undergone changes, namely in 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, and planned in 2004. The changes are a logical consequence of the change of political system, socio-cultural, economic, and science and technology in the community state and nation. Therefore, the education curriculum as a set of plans should be developed dynamically in accordance with the demands and changes that occur in society. All national curriculum is designed based on the same basis, the Pancasila and 1945 Constitution, the difference in the principal emphasis of the educational objectives and approaches make it happen.

Curriculum 1968 and earlier

Initially in 1947, the curriculum when it is named Lesson Plan 1947. At that time, the curriculum of education in Indonesia is still influenced by colonial education system of the Netherlands and Japan, so the only forward who never used before. Lesson Plan 1947 may be regarded as a substitute for the Dutch colonial education system. Because the atmosphere of national life was still in fighting spirit of independence seize the development of education as conformism more emphasis on the formation of human character of Indonesia's independent and sovereign and equal with other nations on this earth.

After the Lesson Plan 1947, in 1952 the curriculum in Indonesia has improved. In 1952 it was named Unraveling Lesson Plan 1952. This curriculum has led to a national education system. The most prominent feature of the curriculum and at the same time 1952 is that each lesson plan must consider the content associated with everyday life.

After 1952, the year 1964, the government re-tune the curriculum system in Indonesia. This time it was named Education Plan 1964. Principles of curriculum thought in 1964 that became a hallmark of this curriculum is that the government has the desire to get people's academic knowledge for debriefing at primary level, so the learning is centered on programs Pancawardhana (Hamalik, 2004), namely the development of moral, intellectual, emotional / artistic, craft, and physical.

Curriculum 1968 is the renewal of Curriculum 1964, which does change the structure of the educational curriculum Pancawardhana Pancasila soul into coaching, knowledge base, and special skills. Curriculum 1968 is a manifestation of the change in orientation on the 1945 implementation of a genuine and consistent. In terms of educational objectives, Curriculum 1968 aims that education is emphasized in an effort to establish Pancasila true man, strong, and healthy physical, enhance intelligence and physical skills, morals, manners, and religious beliefs. The contents of education are focused on enhancing the intelligence and skills, and develop a healthy and strong physically.

Curriculum 1975

Curriculum 1975 as a replacement for the 1968 curriculum using approaches include the following.

* Goal-oriented
* Adopting integrative approach in the sense that each lesson has a meaning and a supporting role to the achievement of the objectives are more integrative.
* Emphasizing the efficiency and effectiveness in terms of resources and time.
* Adopting an instructional systems approach procedure known as Instructional Systems Development (ITS). The system always leads to the achievement of specific goals, measurable and formulated in the form of student behavior.
* Influenced behavioral psychology with an emphasis on the stimulus response (excitatory-charge) and exercise (drill).

Curriculum by the year 1975 to 1983 are considered unable to meet community needs and demands of science and technology. Even the general assembly of the MPR in 1983 that its products contained in the 1983 GBHN menyiratakan political decision that requires a change of curricula curriculum curriculum 1975 to 1984. That's why in 1984 the government set a change of curricula curriculum 1975 by 1984.

Curriculum 1984

In general basic curriculum change 1975 to 1984 in which the curriculum is as follows.

* There are some elements in GBHN 1983 which have not been deposited into the curriculum of primary and secondary education
* There is incongruity between the various fields of study curriculum materials with the ability of students
* There is a gap between the curriculum and program implementation in schools
* Too solid content of the curriculum to be taught in almost every level.
* Implementation of National Education History of Struggle (PSPB) as a stand-alone educational levels ranging from childhood to upper secondary school level, including Special Education School.
* Procurement of new courses (such as in high school) to meet the developmental needs of employment.

On the basis of developments that then by the year 1983 between the needs or demands of society and science / technology education in the curriculum of 1975 is considered no longer appropriate, therefore, necessary changes in curriculum. Curriculum 1984 appears as an improvement or revision of curriculum 1975. Curriculum 1984 has the following characteristics:

* Oriented to the instructional goals. Inspired by the view that the provision of learning experiences to students in a very limited study time at school must be fully functional and effective. Therefore, before selecting or determining instructional materials, which must first be defined is what goals should be achieved by students.
* The approach centered on teaching students through active student learning (CBSA). CBSA is a teaching approach that gives students the chance to actively engage physically, mentally, intellectually, and emotionally in the hope students gain the maximum learning experience, both in the cognitive, affective, and psychomotor.
* The content of the lesson is packed with nenggunakan spiral approach. Spiral is the approach used in packaging materials based on the depth and breadth of subject matter. The higher the grade and school levels, the deeper and broader subject matter given.
* Instilling sense before given exercise. Concepts students are learning should be based on understanding, and then given exercises after understand. To support the understanding of the media being used as props to help students understand the concepts learned.
* The material presented is based on the readiness level or maturity of the students. The provision of learning materials based on students' level of mental maturity and presentation at the primary school level should be through the concrete approach, semikonkret, semiabstrak, and abstracts by using an inductive approach of the examples to the conclusions. From an easy way to difficult and from simple to the complex.
* Use process skills approach. Skills is a process approach to teaching belajat applying pressure to the formation process of acquiring knowledge and communicating skills acquisition. Process skills approach pursued done effectively and efficiently in achieving learning objectives.